Referensi qudwah hasanah atau keteladanan yang baik adalah dengan mencontoh perilaku dari para utusan Allah yang dalam hal ini direpresentasikan oleh para Nabi dan Rasul. Mereka-lah panutan umat setiap kaum. Tanpa mereka umat mudah tersesat dan terombang-ambing dalam ketidakpastian hidup.
Bagi setiap kaum yang Allah utus kepada mereka para nabi, merupakan suatu keharusan kaum itu mengikuti dan meneladani segala yang diperintahkan oleh para utusan itu. Karena suara mereka adalah suara Allah. Mereka bukan orang sembarangan.
Dan di antara para nabi & rasul itu adalah utusan yang dijuluki dengan ulul 'azmi yakni para nabi yang dibekali kompetensi tekad yang kuat dan bukti yang nyata (bayyinah) sebagai bukti kebenaran risalahnya.
Salah satu nabi & rasul tersebut adalah nabi Musa as. Di dalam al-Qur'an kisah nabi Musa diceritakan di banyak surah. Setidaknya sebanyak 136 kali nama Musa di 131 ayat di dalam al-Qur'an atau lebih dari 30 surah ia disebut, melebihi penyebutan nabi-nabi dan rasul lainnya. Inilah yang menjadi keistimewaan tersendiri bagi nabi Musa sebagai nabi terbesar dalam perjalanan sejarah Bani Israil.
Wajar saja jikalau Rasulullah Saw sangat berharap bisa belajar banyak dari pengalaman nabi Musa di banyak kisah dan interaksinya dengan banyak lapisan, seperti kisahnya bersama raja Fir'aun, bersama Bani Israil sendiri sebagai kaumnya, bersama Harun sebagai partner dakwahnya sekaligus saudara karibnya, bersama Yusya bin Nun sebagai pembantunya dan bersama Khidir, hamba Allah yang shaleh.
Buku yang berjudul "Karakter Kepemimpinan Nabi Musa Dalam Perspektif al-Qur'an" ini menyuguhkan aspek lain perihal sosok nabi Musa saat menjadi pemimpin besar Bani Israil. Musa mampu merefleksikan sejumlah karakter atau sifat-sifat kejiwaan yang positif untuk diteladani oleh para pemimpin di setiap zaman sesudahnya.
Bila merujuk kepada jenis-jenis karakter, maka nabi Musa menerjemahkan karakter kepemimpinan dirinya terhadap Bani Israil pada karakter utama (karakter kinerja); yakni karakter Visioner, Kompeten, Integritas, Pembaharu, Pandai Bekerja sama, Kredibel dan Informan. Sedangkan karakter lainnya adalah karakter moral atau karakter pelengkap, seperti Sabar, Problem Solver, Religius, Cerdas, Memiliki Tekad yang Kuat, Pembelajar, Tawadhu' & Pengkritik.
Gunung Sinai, Mesir
Semua karakter di atas ditemukan pada banyak ayat yang menjadi landasan pijakan buku ini sehingga ada nuansa holistik-religius yang dihasilkannya. Dan pastinya terus relevan direalisasikan oleh para pemimpin, manajer, kepala organisasi hingga kepala pemerintahan di zaman sekarang. Perubahan dan gejala sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan memang tidak lepas dari sosok siapa yang memimpin dan mengepalai urusan suatu kaum atau bangsa. Seperti yang familiar disebutkan bahwa akhlak suatu bangsa tercermin dari akhlak pemimpinnya. Bila pemimpinnya baik, maka rakyatlah akan baik. Demikian pula sebaliknya.
Dan nabi Musa dengan segenap kompetensi dan misi kenabiannya, mendakwahkan dan meluruskan sikap Bani Israil untuk kembali kepada ajaran nenek moyang mereka terdahulu yakni nabi Ibrahim yang berideologi hanif (lurus). Namun demikian, sejarah kehidupan Bani Israil Allah abadikan sebagai cermin sebuah kaum yang telah banyak diberikan karunia kenabian (karena para nabi dan rasul banyak turun kepada mereka) dan karunia bangsa terpilih. Tapi mereka terlalu banyak menyimpangnya ketimbang taatnya kepada Allah dan nabi-nabi mereka, sehingga Allah jadikan mereka sebagai hikmah dan pelajaran bagi generasi mendatang.
Apabila kita menengok kepada hadits nabi yang memperingatkan umatnya terhadap perilaku umat nabi Musa yakni Bani Israil yang buruk itu, maka rasa-rasanya sebagai umat terakhir dan akhir zaman, tidak heran apabila kita menelusuri jejak kenabian nabi Musa yang sarat dengan nilai-nilai leadership-nya untuk diterapkan di zaman sekarang. Dengan harapan kita, sebagai umat Rasulullah tidak tersesat sebagaimana tersesatnya Bani Israil karena banyak membangkang dan melanggar perintah nabi mereka. Potensi meniru cara-cara, perilaku dan akhlak Bani Israil tentu ada. Karena ada baiknya, kita belajar dari sejarah umat-umat terdahulu supaya terhindar dari keburukan seperti yang Allah sinyalir tentang Bani Israil yang buruk, seperti bangsa kera, pembangkang, suka membunuh para nabi dan rasul, pandai bersilat lidah, malas, kurang bersyukur dan lain sebagainya.
Di samping cara-cara menghadapi mereka dan mengatasinya melalui internalisasi karakter kepemimpinan paripurna nabi sosok Nabi Musa. Dengan hal ini maka diharapkan para pemimpin di zaman sekarang sadar, mengevaluasi diri, memperbaiki dan mengikuti jejak langkah para nabi dan rasul pilihan, seperti halnya nabi Musa alaihissalam, sebelum kehancuran terjadi.
Semoga kehadiran buku ini bermanfaat untuk para pembaca, khususnya para pemimpin, Aamiin
Spesifikasi Buku:
Judul : Karakter Kepemimpinan Nabi Musa as Dalam Perspektif Al-Qur'an
Penulis: Dr. HIdayatullah, M.Ag, al-Hafizh (Dosen Universitas Indonesia, Depok)
Kata Pengantar: Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A (Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)
Jumlah: 365 hal
Penerbit: Bahana Cerdas Hati
Cetakan: ke-1, November 2019
Harga: 165.000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan, komentar dan masukan Anda sesuai etika & kesopanan yang berlaku