Jenis pertama adalah tafsir yang dipahami orang Arab karena faktor bahasa. Seperti diungkapkan Dr. Yusuf Qardhawi, Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab. Ia tampil dalam gaya bahasa yang sudah sangat akrab dengan cita rasa mereka, seperti penggunaan haqiqah (kata yang bermakna sebenarnya) dan majaz (kebalikan haqiqah, kata perumpamaan) sharih (kata yang menjelaskan apa adanya) dan kinayah (kiasan). Jadi, orang Arab memahami al-Qur'an melalui bahasa mereka sendiri.
Jenis kedua, adalah tafsir yang pasti dipahami setiap pembaca al-Qur'an. Makna-makna al-Qur'an secara cepat dipahami oleh pembaca tanpa perlu mencurahkan pikiran atau perenungan hati.
Jenis ketiga adalah tafsir yang hanya dipahami para cendekiawan. Makna-makna al-Qur'an hanya bisa dipahami dengan perangkat keilmian, dan membutuhkan perenungan dan penghayatan mendalam, sehingga akan dipahami ayat-ayat mutlaq (ungkapan yang menunjukkan sesuatu tanpa syarat) dan muqayyad (kebaikan muthlaq), atau 'am (kata yang menunjukkan sesuatu secara umum) dan khash (kebalikan 'am).
Jenis keempat adalah tafsir yang hanya diketahui Allah. Tafsir ini menyangkut realitas gaib, seperti alam barzakh, hari kiamat, dan hal-hal yang berhubungan dengan akhirat. Tak ada yang mengetahui persis realitas itu kecuali Allah.
Dalam karyanya, Al-Burhan fi 'Ulum al-Qur'an, Imam Zarkasyi mengomentasi pernyataan Ibnu Abbas di atas sebagai berikut...
Pembagian ini sangat tepat. Tafsir yang dipahami orang Arab mengacu kepada aspek verbal mereka, yaitu bahasa Arab dan sintaksis (ir'ab). Menyangkut bahasa, hanya mufassir (pakar tafsir) yang dituntut mengetahui makna-makna dan istilah-istilahnya, sementara pembaca tidak. Sedangkan sintaksis, kesalahan dalam soal ini dapat mengubah suatu kalimat. Maka, ia wajib dipelajari baik oleh para mufassir maupun pembaca. Sehingga, mufassir dapat menggali makna dari sebuah kalimat, sementara pembaca terhindar dari kesalahan membacanya.
Sedangkan pengertian tafsir yang pasti dipahami semua orang adalah ayat-ayat al-Qur'an yang secara cepat mudah dipahami maknanya, seperti ayat-ayat terkait hukum-hukum syariat atau ilmu tauhid. Dalam ayat-ayat itu, setiap kalimat selalu merujuk kepada satu makna, yaitu Allah. Jenis tafsir ini tidak mengaburkan penjelasan. Sebab, setiap orang mengenal makna Tauhid (meng-Esa-kan Allah) dari ayat. Ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada tuhan kecuali Allah. Secara cepat, pembaca akan mudah memahami bahwa tidak ada sekutu dalam penyembahan kepada Allah, meski tanpa harus menelisik struktur kalimat itu dalam bahasa Arab.
Jadi, dalam tafsir-tafsir jenis ini, tidak ada yang bisa mengelak bahwa ia tidak mengerti makna ayat-ayat al-Qur'an tertentu. Sebab, hal maknanya sudah pasti dipahami.
Demikian, Wallahu A'lam Bish-Shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan, komentar dan masukan Anda sesuai etika & kesopanan yang berlaku